Revolusi Dalam Sangkar (renungan kemerdekaan)

Sumber foto : google

Hampir setiap pagi pa Imron memberi makan dan memandikan burung-burung peliharaannya yang berbaris di pelataran rumah sebelum memulai aktifitas harian, ada puluhan ekor burung dipelihara dalam berbagai ukuran sangkar. Hobinya dalam memelihara hewan bersayap ini begitu ditekuni dengan kesungguhan, dari mulai burung ciblek, lakbet, anis, jalak, merpati dan lainnya diperhatikan dengan baik. Dari puluhan burung itu ada satu burung yang begitu agresif manakala di mandikan dan diberi makan oleh tuannya, kepakan2 sayapnya yang gaduh selalu membuat sangkar bergoyang2, kakinya yang tajam sering mencakar-cakar dan terkadang mengeluarkan kotoran saat pa Imron memasukan makanan, seperti ada perlawanan dari burung itu. Tetapi karena cinta dan hobinya tetap saja sang tuan memeliharanya dengan baik. Setelah bermain-main dengan peliharaannya lalu sang tuan pun pergi bekerja seperti biasanya, sehingga pada suatu saat ini burung itu menyampaikan ide dan gagasannya..

“wahai teman-teman apa yang kita dapatkan dengan kondisi seperti ini”. katanya kepada burung yang lain.

“apa yang kau maksud”. Timpal burung lainnya.

” ya coba sekarang bayangkan, kita hidup tetapi raga kita terpenjara”.

“ingat..temen-temen hakikat kehidupan adalah kemerdekaan, dan ketika kita terjajah oleh mahluk lain maka itu adalah eksploitasi”. Ungkap burung itu mulai berpropaganda.

“apa yang kau maksud dengan terjajah? bukankah majikan kita orang baik. Kita dipelihari, di kasih makan, selayaknya anaknya sendiri”. Timpal burung lain yang berwarna kecoklatan.

“haha…kawan dipikiranmu yang ada cuma masalah makan saja, menurutku kemerdekaan jauh lebih penting. Karena dengan kemerdekaan semua akan kita dapatkan yah harga diri, kesetaraan dan sudah pasti makanan seperti yang ada di benakmu itu”. Kata burung itu mulai berorasi.

“lalu konkrik nya apa yang akan kau lakukan ?” tanya burung lain berwarna kuning.

“hmmm…harus ada revolusi. kita harus keluar dari sangkar ini, dan memulai hidup dengan kemerdekaan di alam yang bebas”. Kata burung itu mulai menyampaikan maksudnya.

“ingat cerita kawan babi Snowball saat memimpin perlawanan di peternakan Animal Farm?”

“Bagaimana hukum semua yang berkaki dua adalah musuh dan kecuali yang bersayap”.

“nah …sekarang siapa diantara kawan-kawan yang mau ikut dalam revolusi ini?”.

Semua burung terdiam hening tidak ada yang menjawab ajakan itu, dalam benaknya banyak pertanyaan yang tak pasti. Apa sesungguhnya revolusi ?, untuk siapa dan bagaimana kehidupan setelah revolusi ?, semuanya hanya bergelantungan dalam alam pikiran.

“sekali lagi saya serukan ajakan ini, siapa diantara kawan–kawan yang mau kemerdekaan?”

Ujarnya dengan tegas.

Kembali semua burung terdiam diantara berbagai tanya yang susah untuk dijawab, apakah benar kemerdekaan itu ada ? bagaimana bisa merdeka apabila di luar masih menggunakan hukum survival of the fittest , siapa yang kuat dia menang, siapa yang kuasa dia senang. Pertanyaan2 itu yang menggelayut dalam pikir pada burung-burung yang lain.

“baiklah kalau begitu, berarti saya sendiri yang akan melakukan revolusi ini”. Kata burung hitam berbulu merah itu.

“saya lebih cinta kemerdekaan, daripada hidup tetapi terkurung dan dikendalikan mahluk lain”.

Dan tak begitu lama revolusipun dijalankan, burung hitam berbulu merah mulai mengerahkan kekuatannya untuk mendobrak sangkar kayu yang mengurungnya. Sayap dan kakinya mulai di tendangkan dengan kuat ke pintu sangkar, sehingga sangkar itu bergoyang-goyang. Dengan semangat yang militan tendangan-tendangan itu akhirnya bisa menjatuhkan sangkarnya yang langsung terbelah dibawah lantai. Akhirnya burung hitam berbulu merah itu bisa keluar dari sangkar dan hinggap diantara sangkar burung yang lainnya.

“lihatlah kawan. Revolusi bisa berhasil apabila ada tekad yang kuat, dan sekarang saya menghirup kemerdekaan itu!.” ujarnya dengan bangga.

“selamat tinggal kawan-kawan, sekarang saya hidup merdeka dan kalian silahkan menikmati keterbelengguan itu.” ujarnya dengan siulan-siulan bangga.

“baiklah… selamat kawan”. ucap burung lain.

“kamu telah memilih jalan itu….tetapi pesanku hati-hati dengan kemerdekaan yang kamu dapatkan itu, karena di luar sana tidak semua mahluk menginginkan kemerdekaan”. Pesan burung yang lainnya.

Dan burung hitam berbulu merah itu terbang meninggalkan sangkar dan kawan-kawannya. Pa Imron ketika pulang kerja kaget melihat sangkar belah dan salah satu burungnya terbang, raut wajahnya terlihat sedih melihat burung yang selama ini dipelihara, dirawatnya dengan cinta kasih memilih terbang.

Selang beberapa hari terdengar kabar bahwa burung hitam berbulu merah milik Pa Imron itu mati karena di tembak oleh pemburu liar, kabar itu sampai juga kepada kawan-kawan burung yang menjadi peliharaan Pa Imran selama ini. Semua kawan burung merasakan kesedihannya.

“inilah yang saya maksud hati-hati dengan kemerdekaan, karena tidak semua menginginkannya” ungkap burung yang dulu menasehati.

Kemerdekaan dalam negara yang merdeka selalu menjadi impian setiap mahluk, tetapi kemerdekaan tidak selalu menjadi mimpi indah terkadang muncul sebagai mimpi yang buruk, dan keduanya ada disekitar kita semua.

Tafsir bebas atas cerpen ‘Kemerdekaan’ Putu wijaya



1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *